Selasa, 23 Oktober 2007

Jamaah An-Nadzir di Gowa, Sulsel Sholat Ied Hari Kamis

Gowa, Sulsel-Sekitar 300 jamaah An-Nadzir melaksanakan sholat Idul Fitri 1428 Hijriyah di lapangan tepi Danau Mawang, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, Kamis sekitar pukul 07.00 Wita.

Usai sholat shubuh, mereka bergegas menuju lapangan tepi Danau Mawang yang tidak terlalu jauh dari perkampungan (muslim) mereka yang hanya berjarak sekitar 100 meter.

Jamaah ini, berbeda dengan jemaah lainnya karena mereka mengenakan jubah dan sorban berwarna hitam yang dipadukan dengan ikatan kepala berwarna putih. Rambut mereka ada yang dicat berwarna pirang dan agak kekuning-kuningan.

Ajaran An-Nadzir ini masuk ke Kabupaten Gowa melalui Syech Muhammad Al Mahdi Abdullah, imam kaum An-Nadzir pada tahun 1998.

Usai sholat Ied, penanggung jawab jamaah An-Nadzir yang juga bertindak sebagai imam sholat sekaligus khotib, ustadz Lukman, mengatakan Pihaknya menjalankan sholat Ied ini dengan mengambil rujukan gejala alam yang terjadi seperti air laut pasang penuh.

"Ketika laut pasang, itu berarti bulan dan matahari berada pada posisi sejajar," jelasnya dan menambahkan bahwa gejala alam ini, didukung dengan tanda-tanda alam lainnya seperti bulan tsabit yang sudah tidak nampak sejak Rabu (10/10) sekitar pukul 2.00 dini hari.

"Jadi sebenarnya, hari Rabu itu telah memasuki bulan Syawal," ujarnya. Sejak Selasa lanjut kolega Aziz Qahhar Muzakkar ini, pihaknya semakin intensIF melakukan pemantauan bayangan bulan tsabit ini terlihat tinggal satu bayangan.


Menurut Lukman, metode ini, dilakukan Rasulullah SAW termasuk penampilan Nabi yang mengecat rambutnya dengan warna agak kemerah-merahan dan memanjangkan rambutnya hingga sebatas bahu.

"Kami konsisten menjalankan ajaran Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW," ujarnya. Dalam khutbahnya, ustadz Lukman mengatakan bahwa Islam tidak mempunyai kekuatan dan daya tapi dia bisa memiliki itu bila bersatu padu.

Dia juga menambahkan, Islam bukan sekedar agama, tetapi suatu tatanan hidup bagi kaum yang ingin hidup dengan selamat.

Dalam pelaksanaan sholat Ied itu, nampak pula beberapa penduduk sekitar, juga turut melaksanakan sholat berjamaah dengan komunitas An-Nadzir.

Jamaah kelompok ini mudah dikenali dari penampilannya seperti berambut pirang dengan panjang rambut sebatas bahu, menggunakan sorban, mengenakan jubah hitam,sedangkan penduduk sekitar hanya mengenakan baju koko dan jubah berwarna putih.

Demikian pula jemaah wanita An-Nadzir, sebagian diantara mereka, ada yang mengenakan cadar dan jubah sedangkan yang lainnya, terlihat hanya mengenakan mukenah seperti yang dipakai orang-orang muslim pada umumnya. antara/abi /RioL

(Sumber: www.swaramuslim.com)

Seni Membangun Impian

Ada 5 Keterampiilan makro dalam seni membangun impian, baik dalam aspek-aspek teoritis maupun praktis.

Kelima keterampilan makro tersebut adalah:

1. Aspirasi--Memicu Rasa Mengemban Misi
Unjtuk membuat impian apa saja menjadi kenyataan, pertama-tama Anda harus mengeluarkan semua kekuatan dari tekad dasar untuk meraih sukses. Anda harus merasa sedang "mengemban misi" dengan sebuah visi sukses yang gemilang sebagai panduan Anda. Selain itu Anda harus menjabarkan impian Anda dengan seksama. Sebuah misi yang tidak jelas bisa dipastikan akan menuai kegagalan sejak awal.

2. Motivasi--Meningkatkan dan Mempertahankan Tekad
Masalah utama yang dihadapi setiap orang--tingkat motivasi yang tinggi di permulaan yang kemudian memudar dengan cepat. Resolusi pada awal Tahun Baru dilupakan hanya dalam dua minggu. Agar tetap teguh pada misi anda, anda harus mengembangkan semacam mekanisme pelepasan secara bertahap untuk mempreroleh efek yang langgeng (time-release) untuk menghidupkan kembali motivasi Anda dan mempertahankan tekad Anda dalam jangka panjang di tengah hambatan yang tidak terelakkan. Tak ada yang boleh melamahkan optimisme atau gairah Anda.

3. Proyeksi--Mengaitkan Hari Ini dengan Hari Esok
Adakah orang yang mampu memenuhi semua tanggung jawabnya hari ini, apalagi memikirkan impian besar esok hari? Anda harus menemukan cara untuk meluangkan kelompok-kelompok waktu dan membangun antara kebutuhan saat ini dan sasaran-sasaran jangka panjang.

4. Inklusi--Malibatkan Orang Lain
Yang juga tidak kalah pentingnya adalah mengurangi dan menghilangkan semua faktor penghalang yang melemahkan motivasi di sekeliling Anda dan menjadikan mereka pendukung Anda, bukan penentang Anda.

5. Aplikasi--Mengembangkan Kebiasaan Membangun Impian
Akhirnya, Anda harus Menjadi lebih ahli dalam menggunakan seluruh keterampilan tersebut sebab siklusnya akan terus berulang.

[Metode Mewujudkan Mimpi, Paul Levesque & Art McNeil]

Seni Membangun Impian

FaKtOr-2 kEgaGaLAn

5 Alasan Utama Kebanyakan Orang Tidak Pernah Mewujudkan Impian Besar Mereka
1. Tidak ada sasaran tunggal yang jelas.
2. Tidak ada mekanisme untuk menopang motivasi.
3. Kurangnya waktu yang diluangkan untuk mewujudkan impian tersebut.
4. Kurang atau tidak adanya dukungan dari keluarga dan teman.
5. Tidak memahami bagaimana perkembangan kecil yang sepertinya tidak terkait bisa lebih mendekatkan kita pada impian besar tersebut.

[Metode Mewujudkan Mimpi: Paul Levesque & Art McNeil]

Senin, 22 Oktober 2007

Jihad Terlarang - Cerita dari Bawah Tanah

Judul : Jihad Terlarang - Cerita dari Bawah Tanah
Penulis : Mataharitimoer
Penerbit : Kayla Pustaka
Halaman : 378 hlm.
Harga : Rp 44.000,-

Royan menyimpan dendam pada Tuhan dan tentara, yang merenggut nyawa bapaknya pada Peristiwa Tanjung Priok. Tahun 1988 ia bergabung dengan pergerakan Islam bawah-tanah, yang ingin menggulingkan rezim yang dianggap thagut alias setan. Muslim yang tidak mengikrarkan keimanannya dituding kafir. Pergerakannya dicap sebagai Organisasi Terlarang oleh rezim, sehingga ia harus bergerilya dari kota ke kota, berkelit dari intaian intelijen.

Di tengah perjuangan antara hidup dan mati, Royan justru menyaksikan kezaliman di tubuh pergerakan. Ia mulai menentang para pemimpinnya yang memanfaatkan agama untuk kepentingan sendiri. Abu Qital dan Abu Shoffan, atasannya, mencoba menghentikannya dengan fitnah, teror, dan penculikan. Peristiwa-peristiwa itu membuatnya berpikir ulang tentang Kebenaran, yang selama ini ia yakini menyertai pergerakannya.

Diangkat dari kisah nyata penulisnya, inilah novel pertama di Indonesia yang berbicara tentang dunia pergerakan Islam garis keras, yang ingin mendirikan Negara Islam. Penuh adegan menegangkan sekaligus pesan dan kritik moral yang tajam.


Testimoni

Novel ini menarik karena dua alasan. Pertama, alur ceritanya diangkat dari pengalaman aktual dalam sebuah dunia yang penuh misteri, ganas dan eksklusif dengan mengatasnmakan Tuhan—sebuah perbuatan yang berlawanan dengan seluruh ruh Alqur’an tentang cara damai dan beradab dalam mencapai sebuah tujuan. Kedua, menempuh jalan kekerasan dalam pengalaman politik Indonesia ujung-ujungnya hanya satu: malapetaka.
—Ahmad Syafii Maarif, Sesepuh Muhammadiyah

Mataharitimoer hanya sebuah noktah di gunung es, betapa ketidakadilan global dapat membangkitkan kerikil terpendam yang selanjutnya menjadi batu sandungan global ….
—Prof. Dr. Ahmad Mubarok, M.A., Guru Besar Psikologi Islam

Makna jihad yang sering dipahami dengan salah kaprah oleh banyak orang dibongkar dengan unik oleh Mataharitimoer.
—Enison Sinaro, Sutradara Film Bom Bali Long Road To Heaven

Gaya penulisan dan isi novel membuatnya patut disandingkan dengan Atheis-nya Achdiat Karta Mihardja …. Sungguh dahsyat! Sayang kalau buku ini hanya dinikmati kovernya saja ….
—Herawatmo, Rakyat Merdeka Online

Menukik tajam! Layak dibaca oleh para pemerhati kebijakan politik nasional dan internasional, terkait dengan isu jihad dan terorisme.
—Zaki Amrullah, Radio Deutsche Welle

Penculikan ternyata tidak hanya dilakukan oleh Densus 88, tapi juga oleh kelompok yang bersaing dalam satu tubuh gerakan yang awalnya sama. Apakah itu yang dimaksud dengan “Jihad Terlarang”? Membaca buku ini akan menambah wawasan bagaimana serunya pergolakan dalam sebuah harakah (gerakan).
—Fauzan Al-Anshari, Juru Bicara Majelis Mujahidin Indonesia

Sangat bagus! Mengupas ijtihad seorang anak manusia dalam sebuah misi jihad, namun pada akhirnya ia sendiri meragukan jalan yang ditempuhnya. Baru kali ini ada sebuah buku yang memaparkan kehidupan seorang manusia yang sangat tersembunyi.
—Alchaidar, Mantan Aktivis NII (Negara Islam Indonesia)

Buku ini tidak saja mengisahkan perjalanan hidup namun juga pergulatan mencari makna kehidupan yang berkarakter diametral penuh konfrontasi dan jamak dari penulisnya. Saya pikir ia telah menemukan dirinya kembali walaupun tidak pernah sama lagi dengan dirinya yang dulu.
—Nurul Arifin, Artis

Sangat menggugah! Membuka tabir sebuah gerakan
yang mengklaim kebenaran hanya ada di pihaknya.
—Herry Muhammad, GATRA

Novel yang untuk pertama kalinya mengilustrasikan Islam underground dengan jujur. Latar belakang penulis yang pernah bersentuhan langsung dengan gerakan bawah-tanah membuat kisah di dalamnya begitu hidup dan nyata. Sebuah referensi penting untuk memahami satu dimensi dari Gerakan Islam di Indonesia.
—Siska Widyawati, JIJI Press

Akhirnya ada juga orang yang berani menulis novel tentang pergerakan Islam garis keras dalam
rangka mendirikan negara Islam …. Selama ini, mereka yang terlibat hanya berani
mengungkapkan bisik-bisik belaka. Sangat inspiratif sekaligus mengejutkan.
—Wahyudin Fahmi, Koran Tempo

Karya-karya Mataharitimoer telah dibaca oleh banyak penggemarnya. Ia telah memberikan inspirasi dan motivasi pada jutaan orang lainnya.
—Yudhi Aprianto, www.sarikata.com

Luar biasa! Penuh pesan moral di dalamnya. Mataharitimoer menulis dengan jiwa, seakan ia terlibat secara intens dalam setiap cerita.
—Anis Maftukhin, Editor Buku La Tahzan

Islam dan Ideologi Transnasional

Oleh :

H Mashadi
Ketua Forum Umat Islam

Ada yang menarik untuk dicermati dari pidato salah seorang tokoh Muslim negeri ini saat memperingati 100 hari wafatnya KH Yusuf Hasyim 29 April 2007 yang lalu sebagai mana dilansir harian ini hari Senin 30 April 2007. Dalam pidatonya, tokoh tersebut tidak sungkan-sungkan mendesak pemerintah untuk mencegah masuknya ideologi transnasional ke Indonesia, baik ideologi transnasional dari Barat maupun dari Timur.

Tokoh yang sama juga menyatakan, bahwa Islam adalah agama, bukanlah ideologi. Masih menurut dia, yang terjadi di Timur Tengah saat ini adalah akibat dari Islam sebagai ideologi, bukan sebagai agama. Benarkah demikian? Bisakah Islam dipisahkan sebagai agama dan ideologi? Lalu di manakah posisi Ikhwanul Muslimin, Majelis Mujahidin, Alqaidah yang beliau kategorikan sebagai ideologi Islam di Timur Tengah dan bukan Islam dengan alasan Islam sebagai agama bukan gerakan kepentingan apalagi politis?

Islam, agama, dan ideologi
Islam, menurut Imam Akbar Mahmud Syaltut, dalam kitabnya Al Islam 'Aqidatan wa Syari'atan (1966: 9-11) adalah dinullah yang seluruh ajarannya, baik akidah maupun syariatnya, telah disampaikan kepada Nabi SAW. Dari Alquran, kita tahu bahwa Islam mempunyai dua bagian pokok, di mana faktanya tidak akan pernah ada, dan maknanya juga tidak akan terealisasi, kecuali jika kedua bagian tersebut ada dan diwujudkan. Dua bagian itu tak lain adalah akidah dan syariat.

Ibarat bangunan, akidah adalah pondasi, sementara syariat adalah konstruksi dari seluruh bangunan yang dibangun di atasnya yang mengandung berbagai unsur bangunan seperti ibadah, muamalah, akhlak, ukhuwah Islamiyyah dan kelengkapannya. Sebagai pondasi, akidah memang tidak tampak di permukaan. Ini berbeda dengan syariat, karena akidah adalah aktivitas kalbu, sementara syariat adalah aktivitas fisik. Meski demikian, dua-duanya tidak dapat dipisahkan. Inilah Islam.

Islam adalah din yang lengkap dan sempurna (QS 05: 03). Sebagai din, Islam bukan hanya membahas masalah keakhiratan, tapi Islam juga membahas berbagai masalah keduniaan, seperti pemerintahan, ekonomi, pendidikan, sosial-kemasyarakatan, politik luar negeri dan sebagainya, yang lazimnya menjadi wilayah ideologi. Karena itu, bisa disimpulkan, bahwa Islam adalah agama sekaligus ideologi.

Kita memang sering dirancukan dengan istilah ideologi, sebagai kerangka filosofis yang dihasilkan oleh manusia, seperti kapitalisme dan sosialisme. Sedemikian, sehingga Islam, menurut logika ini, bukan merupakan ideologi, melainkan agama. Alasannya, karena ideologi adalah kerangka filosofis yang dihasilkan oleh akal manusia, sementara Islam tidak. Padahal, konteks pembahasannya adalah sumber ideologi, bukan apa ideologi itu sendiri? Ini adalah dua fakta yang berbeda. Karena itu, dalam konteks sumber ideologi, bisa disimpulkan ada dua kategori ideologi, yaitu ideologi yang bersumber dari akal manusia, dan ideologi yang bersumber dari wahyu Allah SWT. Dari sini, bisa disimpulkan, bahwa Islam adalah ideologi yang bersumber dari wahyu Allah, yang jelas berbeda dengan kapitalisme maupun komunisme.

Agama dan ideologi transnasional
Istilah transnasional sering digunakan dengan merujuk pada penggunaan istilah kejahatan transnasional, dengan konotasi lintas batas negara. Jika ada agama dan ideologi yang disebut sebagai agama dan ideologi transnasional, itu adalah Islam. Kalau Islam bukan agama transnasional, maka tidak ada ibadah yang dilakukan lintasnegara, seperti haji, umrah dan jihad. Kalau Islam bukan agama transnasional, pasti praktik ibadah kaum Muslim di Indonesia berbeda dengan kaum Muslim di Arab Saudi, Iran, Irak, Kuwait, dan sebagainya. Namun, justru karena shalat, puasa, zakat dan hajinya sama, maka semuanya ini membuktikan, bahwa Islam adalah agama transnasional.

Demikian halnya dengan Islam sebagai idoelogi. Persatuan umat Islam di seluruh dunia selama 14 abad dalam satu kebudayaan dan negara adalah bukti, bahwa Islam juga merupakan ideologi transnasional. Seperti kata Will Durant (1885-1981), "Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri-negeri yang terbentang mulai dari Cina, Indonesia, India hingga Persia, Syam, Jazirah Arab, Mesir bahkan sampai Maroko dan Spanyol. Islam juga telah menguasai cita-cita mereka, mendominasi akhlaknya, membentuk kehidupannya dan membangkitkan harapan di tengah-tengah mereka, yang meringankan masalah maupun duka mereka. Islam telah mewujudkan kejayaan dan kemuliaan bagi mereka, sehingga jumlah orang yang memeluknya dan berpegang teguh kepadanya pada saat ini (era Will Durant) sekitar 350 juta jiwa. Agama Islam telah menyatukan mereka dan melunakkan hatinya walaupun ada perbedaan pendapat dan latar belakang politik di antara mereka." (Will Durant, The History of Civilization, vol XIII).

Nah, dalam konteks agama dan ideologi transnasional ini, posisi Islam sama dengan Kristen dan Yahudi di satu sisi, dan dengan kapitalisme maupun sosialisme di sisi lain. Bedanya, jika Kristen dan Yahudi adalah agama transnasional, sama dengan Islam. Namun, kedua agama yang aslinya diturunkan kepada Bani Israil itu sebenarnya tidak bisa dikategorikan sebagai ideologi secara hakiki. Sebab, ideologi hakiki adalah sekumpulan keyakinan yang menghasilkan sistem peraturan kehidupan, seperti sistem ekonomi, sistem sosial, sistem politik, dan lain-lain. Kedua agama Bani Israil itu hanya memuat sekumpulan keyakinan, ibadah ritual, dan budi pekerti. Para penganut mereka tunduk dalam sistem ideologi apapun yang diberlakukan, baik itu sistem sosialis, kapitalis maupun Islam. Sedangkan di dalam Islam, peraturan tentang bebagai sistem kehidupan tersebut secara sempurna dan menyeluruh telah tersusun secara sistematis di dalam syariat Islam yang kaffah.

Berkaitan dengan ajaran ideologi kapitalisme maupun sosialisme, keduanya adalah ideologi transnasional, sama dengan Islam. Bedanya, kapitalisme maupun sosialisme bukanlah agama, dan tidak akan pernah bisa menjadi agama. Dengan demikian, satu-satunya agama dan sekaligus ideologi transnasional yang utuh adalah Islam.

Pertanyaannya adalah, ideologi transnasional manakah yang dimaksud oleh tokoh tersebut, sedemikian gawatnya, sehingga dia memprovokasi pemerintah untuk mencegahnya. Jika yang dimaksud adalah sosialisme (komunisme), tentu kita setuju. Karena secara generik bertentangan dengan akal dan fitrah manusia, dan telah terbukti gagal. Demikian halnya, jika yang dimaksud adalah adalah kapitalisme, kita pun setuju. Namun, jika yang dimaksud itu adalah Islam, maka mencegah masuknya ideologi Islam transnasional jelas tidak mungkin.

Adapun posisi Ikhwanul Muslimin, Alqaidah, dan Majelis Mujahidin menurut hemat penulis bukanlah ideologi tetapi organisasi yang berideologi Islam. Posisi organisasi-organisasi tersebut kiranya sama dengan NU, Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, Dewan Dakwah, HMI, PII, dan lain-lain di Indonesia sebagai organisasi-organisasi yang berideologi Islam. Tentu saja pemerintah tidak bisa melarang organisasi-organisasi dakwah dan gerakan Islam tersebut karena ideologi Islam yang mendasari pikiran dan gerakannya.

Ikhtisar
- Selain menjadi agama, Islam juga telah menjadi ideologi yang menyebar secara transnasional.
- Posisi Islam sebagai agama dan sebagai ideologi tidak bisa dipisahkan.
- Keinginan untuk melarang masuknya ideologi transnasional harus diuraikan lebih tegas.

sumber: http://www.hidayatullah.com/

Menjadi Seorang Aktivis Pergerakan

Istilah “HAROKAH” mulai populer di Indonesia di tahun 1980-an. Kata yang dimaknai sebagai “Pergerakan” ini mulai akrab di telinga kita masyarakat Indonesia bersamaan dengan “membanjirnya” buku-buku pergerakan di Indonesia, yang berasal dari Timur Tengah. Banyak diantarnya adalah tulisan-tulisan dari “tokoh pergerakan” yang mengilhami munculnya beragam gerakan pembaharuan di berbagai belahan dunia, Ust. Hasan al-Banna dan Ust. Sayyid Qutb adalah dua diantaranya.

Jika Harokah disandingkan dengan kata Islam, menjadi Harokah Islamiyah, maka ia adalah semangat untuk mengembalikan Islam agar kembali hadir dalam kehidupan nyata, menjelma menjadi perlaku setiap insan dalam posisi apapun dan sebagai apapun. Tarbiyah adalah agenda guna mencapai tujuan tersebut.

Sasaran-sasaran untuk mencapai tujuan tersbet adalah Takwin (pembentukan):
1. As-Syakhsiyah Islamiyah (Pribadi Muslim)
2. Al-Usrah al-Muslimun (Keluarga Muslim)
3. Daulah Islamiyah (Pemerintahan Islam)
4. Khilafah Islamiyah
Dan muaranya adalah menjadikan Islam sebagai penopang paradaban bagi seluruh kehidupan manusia dan ekspansi untuk menyelesaikan segala problematika umat manusia.

Sebuah organisasi termasuk Harokah tidak mungkin bisa berjalan secara mulus tanpa kehadiran aktivis-aktivis dengan militansi tinggi. Keberadaan aktivis Harokah yang militan menjadi sebuah keniscayaan. Guna mencapai tujuan Harokah Islamiyah, aktivis Harokah harus mempunyai karakter seperti yang ALLOH gambarkan dalam QS Al Maidah 54, yakni:

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui”.

Karakteristik aktivis Harokah (Pergerakan) dalam ayat di atas adalah:

Pertama, Mencintai ALLOH di atas segalanya. Cinta adalah energi kehidupan dan mencintai ALLOH adalah energi dari segala energi.

Kedua, bersikap lemah lembut kepada sesama orang beriman. Hal paling rendah yang perlu diwujudkan terhadap sesama Mukmin adalah berbaik sangka. Setelah cinta kepada ALLOH, kekuatan yang paling besar adalah kekuatan Ukhuwah.

Ketiga, bersikap penuh wibawa dalam berahapan dengan orang-orang kafir. Salah satu penyakit sebagian umat Islam adalah kalah mental di hadapan orang-orang kafir dan menjadi “penyambung” lidah mereka.

Keempat, Berjihad di jalan ALLOH adalah bagian dari Iman.

Kelima, Al-Wala’ (Loyalitas, kesetiaan, pembelaan) hanya diberikan kepada ALLOH, Rasululloh dan orang-orang yang beriman.

Sedangkan AHLAQ aktivis Harokah tergambar dalam QS Al-Anfal 45-47

(45) Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya[620] agar kamu beruntung.

(46) Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

(47) Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.

Pertama, teguh hati dan pendirian. Setiap aktivis Harokah harus mempunyai konsistensi dalam menghadapi segala kondisi dan keandaan

Kedua, memperbanyak Dzikrullah dan senantisa ingat kepada ALLOH. Dzikir kepada ALLOH merupakan salah satu indikasi adanya jalinan ikatan yang kuat antara manusia dengan ALLOH.

Ketiga, Menjaga Ukhuwah dan meninggalkan segala hal yang menimbulkan perpecahan dan permusuhan.

Keempat, Sabar, ia adalah salah satu energi guna mengemban tugas dakwah

Kelima, Rendah hati.

Selamat berjuang kepada para aktivis Harokah, kemampuan untuk senantisa menjaga “kualitas Maknawiyah” adalah kunci keberhasilan dari apa yang diperjuangkan.
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti” [Al-Anfal 65]

Wallahu’aklam Bissowab.

Rabu, 17 Oktober 2007

Hijrah Masa Kini

Kata Hijrah berasal dari istilah hajara, yang berarti berpindahdari satu tempat atau keadaan ke tempat atau keadaan yang lain. Namun, juga banyak lagi pengertian dari istilah hijrah, tetapi kita akan membicarakandalam empat hal:

- Berpindah, atau tidak tinggal di satu tempat

Jika seseorang terkesan dengan apa yang dia dengar atau pelajari (dari ilmu) tetapi tidak melakukannya, dia tidak berhijrah pada yang baru saja dia pelajari. Allah SWT berfirman:

“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.” Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu.” (QS Al Ma’idah, 5: 68)

Yahudi dan Nasrani telah gagal untuk berhijrah dari situasi kufur mereka ke Tauhid, dan akibatnya Allah SWT menyatakan mereka tidak mempunyai apa-apa sampai mereka menerapkan dan melakukan apa yang telah Dia turunkan.

Sama halnya, Muslim juga tidak mempunyai apapun kecuali mereka menerapkan Al-Qur’an (secara politik) dan Islam menjadi jalan hidup mereka.

Ketika Islam dimulai di Mekkah yang sampai akhirnya menyebar ke Madinah pada saat iteraksi (dakwah) Nabi SAW dan Shahabat-shahabatnya RA. (Islam adalah sebuah Dien yang tidak memaksa untuk tinggal di satu tempat, dan juga Dien perbuatan).

Allah menetapkan bagi penduduk Mekkah untuk menolak dakwah dan memerangi RasulNya SAW. Namun, setelah serangan ini, hijrah telah ditentukan dan mereka selanjutnya diwajibkan untuk berpindah.

Masalah yang ada pada Ummat Islam hari ini adalah mereka tidak melakukan apapun untuk merubah kondisi mereka sekarang, walaupun mereka mempelajari Dien setiap hari. Mereka mengetahui apa yang halal dan haram tetapi mereka tidak ingin bergerak dan melakukan atas apa yang mereka pelajari.

Maka salah satu pengertian hijrah adalah berpindah atau bergerak; Muslim selalu berubah (untuk lebih baik) dan bergerak, juga tidak stagnan.

Meninggalkan dosa atau haram

Pengerian ini diambil dari sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Abu Daud. Rasulullah SAW bersabda:

“Muslim adalah seseorang yang menghindari menyakiti Muslim dengan lidah dan tangannya. Dan Muhajir adalah orang yang meninggalkan semua apa yang Allah telah larang.” (Shahih Al Bukhari, Kitabul Iman, Bab 4 Hadits No 10)

Maka jika seseorang meninggalkan apa yang Allah telah larang, dia adalah seorang Muhajir. Dan Hijrah masih terbuka (walaupun Rasulullah SAW bersabda setelah menaklukan Mekkah bagi orang-orang untuk tinggal dan meninggalkan apa yang Allah SWT telah larang.

Beribadah kepada Allah pada saat sulit dan fitan

Rasulullah SAW bersabda:
“Beribadah pada saat masa harj adalah seperti hijrah kepadaku.” (Shahih Muslim, Hadits No 2948)

Pada saat fitan seperti saat ini, ketika orang-orang bercampur baur; wanita tidak menutupi auratnya; kejahatan disiarkan di internet, televisi dan Radio; musik, alkohol dan hukum kufur yang tersebar luas; orang baik dikatakan jahat, dan orang-orang yang rusak (seperti penyanyi, aktor dan selebriti) dipuji dan membuat aturan model: beribadah kepada Allah pada saat ini seperti hijrah kepada Nabi Muhammad SAW.
Pada masa ketika begitu sedikit orang yang jujur; hati orang-orang beriman akan sakit karena dia akan melihat kejahatan dan tidak bisa merubahnya; Muslim yang berbicara akan dibunuh atau ditangkap, dan kesucian mereka yang tetap diam akan terhina; orang-orang akan menangkap yang membuat website, atau mereka akan ditangkap karena membawa uang di kantong mereka atau memelihara jenggot; Muslim yang terpercaya dilabeli sebagai fanatik dan teroris; dan Muslim yang berangkat dari satu negeri ke negeri yang lain dicurigai sebagai teroris: tidak diragukan lagi, ini adalah masa fitnah besar.

Bergerak atau menjauhi orang tertentu

Aturan yang mendasar berkaitan dengan Kufar adalah sebuah kewajiban untuk menjauh dari mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah.
Allah SWT memerintahkan kita untuk membenci mereka dan menjauh dari mereka, tetapi pada saat yang sama memelihara hubungan dengan kita untuk transaksi dan interaksi dengan mereka (mengajak mereka pada Islam). Allah SWT berfirman:“

Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (QS Al Muzammil, 73: 10)
Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman:

“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembah- nya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku.” (QS Az Zumar, 39, 17)

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS An Nahl, 16: 36)
Ayat-ayat ini mengkonfirmasi aturan yang sebenarnya berkaitan dengan Kuffar dan Tawaghit; itulah untuk mengatakan, mereka menjadi mengelak. Ini lebih jauh di jelaskan dengan sikap Nabi Ibrahim AS kepada kaumnya dan bapaknya (yang telah kafir). Allah SWT berfirman:

“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah.” (QS Az Zukruf, 43: 26)

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja...” (QS Al Mumtahanah, 60: 4)

“Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku.” (QS Maryam, 19: 48)

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, bersumber dari Samurah bin Jundub RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa saja yang berkumpul dengan seorang Musyrik dan bertempat tinggal dengannya, maka dia seperti mereka (musyrik).” (Sunan Abu Daud, kitabul jihad no. 2787)

Setelah seseorang meninggalkan kufur dan syirik kemudian memeluk Islam, mereka harus menghindari orang-orang kafir (dan apa yang mereka sembah selain Allah) dan hidup diantara Muslim, atau tidak ada dari perbuatan mereka yang akan diterima oleh Allah. Satu-satunya pengecualian untuk aturan ini adalah istri seseorang dari Ahli Kitab atau orang tua seseorang yang Kafir – memberikan mereka tidak menunjukkan kebencian kepada Islam.

Diriwayatkan dalam Sunan An Nasaa’i bahwa Bahz bin Hakim bin Mu’awiyah RA berkata bahwa kakeknya (Mu’awiyah) meriwayatkan Nabi bersabda:

“Allah tidak menerima semua perbuatan dari seorang Musyrik setelah dia memeluk Islam kecuali dia menjauhi Musyrikin.” (Fathul Bari, Kitabul Jihad)

Salah satu bentuk hijrah adalah berpindah dari daerah kufur (darul kufur) ke daerah Islam (darul Islam). Namun, masalahnya belum ada Darul Islam saat ini bagi semua Muslim yang ingin berhijrah. Saat ini kita mempunyai darul kufur Asiyyah (negeri yang telah ditaklukan oleh Muslim), seperti Eropa; Darul Riddah (Darul murtad, dimana Muslim tidak menerapkan Syari’ah); dan Darul Kufur Taari’ah (negeri Muslim dalam pendudukan), seperti Israel, Spanyol, Iraq dan Afghanistan. Maka dimana kita bisa berhijrah bila semua negeri sama?

Namun, jika sebuah negara Islam diterapkan, Allah akan menghukum mereka yang tidak meninggalkan kuffar dan hijrah kecuali mereka mempunyai alasan yang syar’i. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?.” Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).” Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?.” Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali” (QS An Nisaa, 4: 97)

Sebagaimana mereka tidak bisa berhijrah ke Darul Islam karena itu tidak ada, mereka akan melakukan hijrah ke tempat lain dimana mereka secara umum bisa memenuhi kewajiban mereka. Jika seseorang tidak bisa menyerukan kebaikan dan mencegah kemunkaran, mereka harus berhijrah. Jika ketentuan hanya membolehkan seseorang untuk makan, minum dan berjalan, tetapi tidak memberikan dakwah, menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran, maka mereka harus hijrah ke sebuah tempat dimana mereka bisa memenuhi kewajiban mereka – ini adalah apa yang Shahabat lakukan ketika Hijrah ke Abyssinia.

Buah dari Hijrah (ke Abyssinia) adalah raja kedua memeluk Islam. Telah diriwayatkan oleh Ummu Salamah RAH bahwa ketika Mekkah menjadi begitu sulit bagi Shahabat, Rasulullah SAW menyarankan bagi mereka untuk pergi ke negeri Habashah (Abyssinia) dimana disana ada seorang raja yang tidak zalim. Nabih SAW memerintahkan mereka untuk tinggal disana “sampai Allah memberikan jalan keluar untukmu”. Pada waktu itu, Raja (tidak seperti penguasa saat ini) tidak melarang mereka untuk berdakwah dan mencegah kemungkaran. Shahabat yang dijelaskan suatu hari bahwa mereka memerintahkan untuk beribadah kepada Allah dan menyempaikan kebenaran dimana saja mereka berada.

Namun, hijrah bukan berarti memerlukan berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain. Memungkinkan bagi seseorang untuk melakukan hijrah dari satu kota ke kota lain, atau satu desa ke desa lain - dengan tujuan untuk menjauhi orang-orang yang berbuat dosa.
Karena bagi mereka yang lemah, wanita, anak-anak atau mereka yang tidak mempunyai uang atau dokumen perjalanan (seperti passport), mereka harus tinggal sebisa mereka untuk berdakwah dan menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran, walaupun dengan cara do’a.

Allah SWT berfirman:
“kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS An Nisaa’, 4: 98-99)

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari bahwa Ibnu Abbas RA berkata:
“Aku dan ibuku adalah dari Mustad’afin (orang yang lemah). Aku berada diantara anak-anak dan ibuku berada diantara nisaa’ (wanita).”

Di sisi lain, seseorang mungkin menemukannya perlu untuk hidup diantara Kuffar dengan tujuan untuk mengajak mereka pada Islam. Ini adalah situasi yang ditemukan Nabi SAW di Mekkah. Beliau hidup diantara mereka tetapi berinteraksi dan mengajak mereka pada Islam. Pada saat yang sama, beliau akan melakukan hijrah dari mereka bilamana mereka mengejek atau menghina Kitab Allah. Allah SWT berfirman:

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.” (QS An Nisaa’, 4: 140)

Maka ketika Musyrikun mengabaikan atau mengejek ayat Allah, Nabi SAW akan menjauhi mereka.
Sama halnya dengan Ashabul Kahfi menjauhi kaum mereka dan melarikan diri ke gua ketika mereka diminta untuk bergabung dan ambil bagian dalam perayaan pagan mereka.

Diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad bahwa Khabbaab Bin Al Arat RA berkata:
“Aku dulu hidup di Mekkah dan bekerja untuk Al Aas bin Waa’il. Suatu hari, ketika aku mendatanginya dan mengambil upahku, dia berkata kepadaku, ‘Aku tidak akan memberikan upahmu kecuali jika kamu mengingkari Muhammad.’ Aku berkata, ‘Demi Allah, aku tidak akn mengingkari Muhammad SAW sampai aku mati dan bahkan bangkit kembali. Dan jika aku bangkit kembali, aku akan mempunyai (cukup) kekayaan dan anak.”

Selanjutnya, seorang beriman mungkin menemukan dirinya pada sebuah situasi dimana Kuffar menginginkanya untuk bergabung, meninggalkan Diennya, mencela Syari’ah atau meninggalkan negeri mereka, dan jika dia tidak melakukan yang demikian mereka tidak akan bekerja padanya, atau mereka akan mencabut kepentingannya (kesejahteraan). Pada situasi seperti ini, dia harus meninggalkan dan tidak berkompromi atas Diennya.
Memboikot Muslim
Hukum asal, hubungan antara Muslim dan non-Muslim adalah bukan persaudaraan; kami tidak bercampur dengan mereka, menikah dari mereka atau berdagang dengan mereka – kecuali ada kebolehan. Namun, ini berlawanan dengan Muslim, dimana hukum asalnya adalah bersaudara. Tetapi dari waktu ke waktu, ada kemungkinan menjadi boleh untuk menjauhi seorang Muslim, karena ada dua alasan di bawah ini:|

1. Karena urusan dunia
2. Karena Dien

Berkaitan dengan urusan dunia, seseorang bisa memboikot Muslim jika dia mempunyai sebuah perselisihan (tentang makanan, pakaian atau uang), tetapi boikot ini tidak bisa lebih dari tiga hari. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak mungkin bagi seorang Muslim untuk menjauhi saudaranya lebih dari 3 malam, berpaling satu sama lain dimana saja mereka bertemu. Yang lebih baik adalah salah satu yang berinisiatif untuk Salaam.” (Shahih Muslim Hadits no 2560)

Juga diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Pintu surga terbuka setiap hari senin dan kamis. Allah akan mengampuni setiap hamba yang tidak melakukan syirik, kecuali seseorang setelah berselisih dengan saudaranya, menjaga dendam. Itu akan menjadi perkataan baginya (tiga kali): ‘lihatlah kedua orang itu, (jangan buka pintu jannah) sampai mereka damai.’” (Shahih muslim Hadits No. 2565)

Berikatan denga dien, sebagai seorang Muslim bisa diboikot lebih dari 3 hari, atau mungkin kurang, tergantung kondisinya.

Diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa Rasulullah SAW memboikot 3 orang (termasuk Ka’ab Bin Malik) untuk lima puluh malam karena mereka tidak merespon seruan jihad untuk perang Tabuk. Rasulullah SAW juga menginstruksikan Shahabatnya untuk melakukan hal yang sama dan tidak ada seorangpun yang berbicara dengan mereka selama periode ini, termasuk istri-istri mereka. Ini berdasarkan wahyu (Allah mengatakan kepada RasulNya untuk memboikot mereka).

Umar Bin Al Khattab juga meminta Muslim untuk memboikot orang yang disebut Sabigh At Tamimi, yang secara rutin salah menanggapi ayat-ayat mutasyabihat dari Kitab Allah. Tidak seorangpun berbicara kepadanya selama hampir satu tahun, sampai dia berubah dan bertobat.

Maka ada insiden di masa lalu ketika Muslim diboikot lebih dari 3 hari, sebagai sebuah bentuk hukuman; tetapi ini hanya terjadi pada individu yang melakukan dosa besar atau bid’ah, atau mempunyai tanda-tanda nifaq.

Jika seseorang melakukan dosa besar dan kemudian bertobat, kita tidak bisa menolak untuk memaafkannya, dengan kata lain kita akan menjatuhkan diri kita ke dalam kemunafikan.

Terakhir, tujuan utama hijrah adalah meninggalkan tempat ketidaktaatan menuju tempat ketaatan, dimana seseorang bisa berlaku atau menjalankan diennya.

Wallahu’alam bis showab!
[www.arrahmah.com]